Setelah Nonton Film Taare Zameen Par oleh Ahmad Daniyal Fanani

Setelah Nonton Film Taare Zameen Par

Karya: Ahmad Daniyal Fanani

(Disclaimer: Taare Zameen Par bukanlah film islami)

Taare Zameen Par itu bukan sekadar film, Bro dan Sis. Itu adalah cermin buat kita semua, terutama para guru yang sering kali terjebak dalam rutinitas mengajar. Film ini menceritakan kisah Ishaan, seorang anak yang dianggap malas dan bodoh oleh orang-orang di sekitarnya karena kesulitan belajar akibat disleksia. Tapi di balik itu semua, ada bakat besar yang terpendam, yang akhirnya ditemukan oleh seorang guru seni yang berbeda dari yang lain. Nah, ini bukan hanya soal drama, tapi soal bagaimana kita sebagai pendidik harusnya bisa melihat lebih dalam dari sekadar nilai-nilai di rapor.

Pertama, jangan cuma lihat yang kasat mata. Banyak guru yang mungkin terlalu cepat menilai murid dari apa yang mereka lihat di permukaan. Murid yang nilainya jeblok langsung dicap malas, yang suka melamun langsung dikira bodoh, yang suka berbuat onar pasti malas belajar. Padahal, seperti yang ditunjukkan dalam film ini, bisa jadi ada hal lain yang luput dari perhatian kita. Ishaan, misalnya, kesulitan karena disleksia, bukan karena malas. Jadi, guru itu harus peka, harus bisa membaca lebih dalam dari sekadar angka-angka di rapor. Buka mata, buka hati, karena bisa jadi ada potensi besar yang tersembunyi di balik “kekurangan” yang terlihat.

Kedua, setiap murid itu unik, seperti bintang di langit. Ishaan itu punya caranya sendiri untuk memahami dunia, dan butuh pendekatan yang beda dari yang lain. Di sini, guru harus sadar bahwa metode yang sama tidak akan cocok buat semua murid. Murid itu macam-macam, ada yang lebih paham kalau diajak ngobrol santai, ada yang lebih nyambung kalau pakai gambar atau cerita. Di Indonesia, mungkin kita perlu belajar untuk lebih fleksibel dalam mengajar, menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing murid. Memang tidak gampang, tapi kalau kita bisa sedikit lebih peka, hasilnya pasti luar biasa.

Ketiga, hargai bakat, bukan cuma nilai. Di sekolah-sekolah kita, sering kali murid dinilai dari angka, dari ranking, dari nilai ujian. Tapi, Taare Zameen Par mengingatkan kita bahwa murid itu tidak cuma soal akademik. Ada bakat-bakat lain yang perlu kita lihat dan hargai. Ishaan, misalnya, punya bakat luar biasa dalam seni. Ketika bakat itu diakui dan diberi ruang, dia tumbuh dan berkembang. Guru-guru di sini juga harus mulai melihat sisi lain dari murid, yang mungkin tidak terlihat di atas kertas. Karena tugas kita bukan cuma mencetak orang pintar, tapi juga menciptakan manusia yang utuh, yang mengenal dirinya sendiri.

Terakhir, jadilah teman perjalanan, bukan hakim. Guru yang berhasil menyentuh hati Ishaan adalah guru yang tidak menghakimi, tapi mendampingi. Ini yang sering kali terlupakan. Guru itu jangan cuma jadi pemberi tugas dan pemberi nilai. Guru itu harus bisa jadi teman, jadi pendamping dalam proses belajar. Kalau murid merasa didampingi, didukung, mereka akan lebih berani bermimpi, lebih semangat belajar. Dan bukankah itu esensi dari pendidikan yang sebenarnya?

Taare Zameen Par itu tidak cuma soal seorang anak yang menemukan jati dirinya. Film ini adalah refleksi, adalah teguran halus bagi kita yang mungkin terlalu sibuk dengan rutinitas dan lupa pada makna pendidikan yang sesungguhnya. Duhai para guru, mari kita lihat lebih dalam, hargai setiap bakat, dan dampingilah murid-murid kita dengan sepenuh hati. Karena pada akhirnya, pendidikan itu adalah soal memanusiakan manusia.